Ketika Media Sosial Jadi Alat Peserta Pemilu

GUBHUG REYOTT™ | JokoRowoTlogoRejo -JAKARTA - Situs-situs jejaring sosial pada mulanya dibuat untuk menghubungkan banyak orang yang tersebar di berbagai wilayah, namun kini sudah beralih fungsi jadi alat kampanye. Kesampingkan kampanye produk komersial yang sudah biasa, melainkan kampanye politik.

Belakangan ini tak sedikit para caleg atau capres yang ingin bertarung di pemilu raya 2014 turut menggunakan media sosial sebagai media kampanye. Hal ini dikatakan umum atau wajar oleh salah seorang pengamat media sosial, Nukman Luthfie.

"Para caleg dan capres menggunakan ke media sosial untuk kampanye karena sudah tak punya pilihan lain," begitu kata Nukman kepada Okezone,Publiser GUBHUG REYOTT™ Kamis (20/2/2014).

Jika para peserta pemilu ingin mendapat suara dari para pemuda, yang menurut Nukman sudah jarang menggunakan media konvensional seperti televisi dan koran, maka jalan satu-satunya adalah menggunakan media sosial. "Karena mereka hidupnya di online," jelasnya. Tak pelak, dewasa ini kerap terlihat berbagai caleg dan capres yang bersosialisasi menggunakan jejaring sosial untuk media kampanye.

Mengenai metode pendekatan yang seharusnya digunakan oleh peserta pemilu di media sosial, Nukman berpendapat, seharusnya para caleg dan capres tersebut menggunakan jejaring sosial sebagai penjembatan antar dirinya dengan para calon pemilih. "Sekarang kebanyakan masih seperti kampanye konvensional, satu arah. Seharusnya di media sosial itu dua arah, bukan sekedar eksis," pungkasnya.

Ia juga menambahkan, semestinya para peserta pemilu tersebut membangun citra diri sebaik-baiknya di media sosial untuk menarik simpati banyak orang melalui posting-annya sendiri. Menyinggung mengenai orang bayaran alias buzzer yang ditugaskan menaikkan citra tokoh melalui posting-an di media sosial, menurut Nukman hal tersebut tak begitu memiliki pengaruh besar.